TUGAS FINAL
MARAKNYA MAKANAN
EXPIRED DI KALANGAN MASYARAKAT
Andi Yuliana
10800113053
Akuntansi 3
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ALAUDDIN MAKASSAR
2014/2015
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
penulis ucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini berjudul “Maraknya Makanan Expired di Kalangan
Masyarakat”.
Di
dalam pembuatan makalah ini, penulis berusaha menguraikan dan menjelaskan
tentang perlindungan terhadap konsumen khususnya pada makanan expired yang
masih marak di kalangan masyarakat.
Ucapan
terima kasih penulis kepada berbgai pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah
ini tentang maraknya makanan expired di kalangan masyarakat, ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Samata,
Januari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
……………………………………………………………... 4
B. Rumusan Masalah
………………………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Konsumen
……………………………………………………… 6
B. Pengertian Kadaluwarsa
…………………………………………………… 6
C. Bahaya makanan expired
(kadaluwarsa) …………………………………... 6
D. Perbuatan yang dilarang
bagi pelaku konsumen …………………………... 7
E. Asas dan tujuan
perlindungan konsumen ………………………………….. 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Analisis kasus
……………………………………………………………… 9
B. Peyelesaian kasus
………………………………………………………….. 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
………………………………………………………………... 14
B. Saran ……………………………………………………………………….
14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional
dibidang ekonomi salah satunya adalah mengembangkan Sistem Ekonomi Kerakyatan
yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan
sehat dan memperhatikan Pertumbuhan Ekonomi, Nilai-Nilai Keadilan, Kepentingan
Sosial, Kualitas Hidup, Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan,
sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan
hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat. Berdasarkan
ketentuan tersebut terlihat jelas Pemerintah telah menetapkan bahwa prinsip
persaingan sehat dan perlindungan terhadap hak-hak konsumen adalah merupakan
bagian dari pembangunan nasional dibidang ekonomi. Arah kebijakan pernbangunan
nasional yang demikian itu tidak terlepas dari kondisi obyektif yang ada bahwa
masih ada praktek-praktek bisnis, terutama dibidang produksi makanan yang tidak
bertanggung jawab terhadap produk yang telah difungsikan kepada pihak lain.
Untuk
meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuh kankembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab. Untuk
melindungi konsumen dari kecurangan-kecurangan pelaku usaha maka di bentuklan
UU No 18 tahun 1999. Terbentuknya ketentuan hukum tersebut. ditujukan untuk
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha
sehingga tercipta perekonomian yang sehat.
Perlindungan
konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas
setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini
konsumen seakan-akan di anak tirikan oleh para produsen.
Dalam
beberapa kasus yang terjadi di sekeliling kita banyak di temuka
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang di
anggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Contohnya:
makanan kadaluarsa yang sekarang ini banyak beredar di beberapa super market.
Pada dasarnya mengonsumsi makanan yang sudah kadaluarsa sangatlah berbahaya
karena berpotensi di tumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya dapat
mengakibatkan kangker maupun keracunan.
Dari contoh tersebut dapat kita ketahui bahwa konsumen merupakan
pihak yang palin dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau
harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus
menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya, hal yang
memprihatikan adalah peningkatan harga yang terus terjadi tidak dilandasi
dengan peningkatan kualitas atau mutu produk. Hal-hal tersebut mungkin
disebabkan karena kurangnya pengawasan dari pemerintah serta badan-badan hukum.
Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karena satu tujuan utama dari
penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek
bukan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, saya menyusun makalah ini yang
berisi tentang perlindungan konsumen. Dalam
makalah ini saya akan menjelaskan lebih lanjut serta membuat solusi yang
mungkin akan berguna bagi pembaca dimasa yang akan datang.
B. Rumusan Maslah
Dari uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari
makalah ini yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dari makanan
kadaluwarsa (expired) ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau
jasa yeng tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
B.
Pengertian kadaluwarsa
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 180/Men.Kes/Per/IV/1985, pengertian tanggal kadaluarsa
adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya
mengikuti petunjuk produsen.
C.
Bahaya Makanan Expired
(kadaluarsa)
Bahaya makanan kadaluarsa bisa
mengakibatkan kematian, jika tidak segera tertangani. Oleh karena itu, lebih
baik mencegah secara dini agar tidak kena dampak makanan tidak sehat atau
kadaluarsa. Selain pengawasan dari pemerintah, masyarakat juga perlu lebih
teliti dalam membeli. Apalagi saat bulan puasa hingga hari raya, toko-toko
memberikan harga murah untuk produk makanan yang tanggal kadaluarsa sudah
mendekati jatuh tempo. Tanpa bermaksud meracuni konsumen, produk makanan yang
dijual tetap rawan kerusakan karena telah lama berada di toko, sehingga perlu
diwaspadai.
Setiap produsen biasanya memberikan
informasi tanggal produksi dan masa kadaluarsanya di setiap label produk
makanan yang diedarkan di pasaran. Infromasi tersebut memang sudah ketentuan
agar konsumen dapat mengkonsumsi produk makanan pada saat yang tepat.
D.
Perbuatan yang Dilarang
Bagi Pelaku Konsumen
Untuk melindungi konsumen agar tidak di rugikan dari segi mutu
barang, maka dapat di tempuh dengan berbagai cara :
a. Standar Mutu
b. HaKI/Merek
c. Daluwarsa
d. Kehalalan
e. Pengawasan produk impor
E.
Asas dan Tujuan
Perlindungan Konsumen
Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
“Perlindungan
konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum”. Perlindungan konsumen di selenggarakan
sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang relevan daam pembangunan nasional
yaitu :
a. Asas manfaat,
dimaksudkan untuk mengamatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan,
dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan,
dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen.
e. Asas kepastian hokum
dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan
Konsumen :
Perlindungan
Konsumen bertujuan :
a. Meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakai
barang dan/ atau jasa;
c. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastia hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas
barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/
atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis Kasus
Konsumen
seringkali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual.
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam
skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini
seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus
segera menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung
kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan
konsumen atau jamian terhadap konsumen.
Sebenarnya
penyelesaian sengketa diluar pengadilan baru diketahui melalui Pasal 47,
sedangkan Pasal 45 justru menyebut lembaga khusus sebagai penyelesaian diluar
pengadilan. Dalam Pasal 47: Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Dalam
penjelasan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
disebutkan bahwa Faktor
utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan
konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat unluk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen. Mengenai
sanksi pidana dalam Undang-undang ini dapat dilihat dalam Pasal 62 mengenai
pelaku usaha dan/atau pengurus yang melakukan tindak pidana, dengan pidana
denda paling banyak sebesar 500 juta rupiah dan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun serta sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak 200
juta rupiah.
Terhadap
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan yang diatur dalam Pasal 63, berupa: perampasan barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim; pembayaran ganti rugi; perintah penghentian
kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau pencabutan izin usaha. Untuk itu perlu
diterapkan sanksi hukum pidana dan administrasi kepada mereka yang sengaja
mengedarkan dan menjual produk makanan bermasalah.
Sebagai penyelesaian perdamaian, maka tetap
terbuka kemungkinan untuk menuntut pelaku usah secara pidana. Maka dengan
mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, sehubungan penyelesaian sengketa konsumen
ini, cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan itu dapat berupa arbitrase,
konsiliasi, dan mediasi.
a. Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang
bersengketa, sudah sejak lama dikenal di Indonesia. Ketidakterikatan para pihak
terhadap pendapat yang diajukan oleh konsiliator mengenai sengketa yang
dihadapi oleh para pihak tersebut, menyebabkan penyelesaiannya sangat
tergantung pada kesukarelaan para pihak.
b. Mediasi
Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian
sengketa diluar pengadilan, disamping sudah dikenal dalam perundang- undangan
di Indonesia, juga merupakan salah satu pilihan terbaik di antara sistem dan
bentuk ADR yang ada. Penyelesaian sengketa melalui mediasi harus didahului
dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui mediasi.
Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang fleksibel dan tidak mengikat
serta melibatkan pihak netral, yaitu mediator, yang memudahkan negosiasi antara
para pihak/membantu mereka dalam mencapai kompromi/kesepakatan.
c. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan salah satu alternative penyelesaian
sengketa yang juga dapat ditempuh diluar pengadilan, yang diartikan sebagai: an
independent person (conciliator) brings the parties together and encourages a
mutually acceptable resolution of the dispute by facilitating communication
between the parties. Konsiliasi ini juga di mungkinkan sebagai alternatif
penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Dalam menyelesaikan permasalahan antara pelaku usaha
dengan konsumen, disarankan untuk menempuh jalur-jalur yang telah diatur dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu melalui
jalur pengadilan atau di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa tersebut
dilakukan melalui tahapan- tahapan sebagai berikut:
a.
Diupayakan penyelesaiannya melalui
proses mediasi.
b.
Jika mediasi gagal, penyelesaiannya
ditingkatkan menjadi konsiliasi.
c.
Jika konsiliasi gagal, penyelesaian
ditingkatkan menjadi arbitrase.
Sekecil apapun sanksi yang diberikan
tetap penting ditegakkan agar masyarakat lebih aman dan nyaman menjalani puasa
dan lebaran. Intinya,
perlu adanya pengawasan pangan terhadap pangan kedaluarsa, pangan ilegal,
label, pangan rusak, dan lain-lain termasuk pengawasan penggunaan bahan
berbahaya dalam pangan. BPOM dalam hal ini dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan masyarakat serta pengawasan yang berkelanjutan kedepannya.
B.
Penyelesaian
Kasus
Penyelesaian sengketa
melalui koneksitas mediasi, konsiliasi, arbitrase tersebut walaupun melalui
tiga tahapan, namun tidak memakan waktu lama, karena di setiap tahapan dapat
tercapai suatu putusan yang final. Untuk menghemat waktu dan biaya, disarankan
untuk menyelesaikan sengketa melelui jalur di luar pengadilan. Di samping itu
pemerintah harus lebih memperkuat dan lebih mengaktifkan lagi lembaga BPOM
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan) yang
mengawasi mengenai kelayakan suatu makanan. Perluh adanya suatu pemeriksaan
oleh lembaga BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) di setiap-setiap tempat
penjual untuk mengatasi makanan yang sudah expired.
Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang
Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan, mengamanatkan bahwa
pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga merupakan
urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Tanggung jawab ini tentunya dapat dilaksanakan dengan sebaik
mungkin, tanpa mengorbankan salah satu pihak (pihak konsumen dan pelaku usaha).
Untuk
mengatasi maraknya peredaran makanan yang kadaluarsa, berformalin dan
berkemasan rusak, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan dalam Pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman
yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan
kesehatan. Terkait hal tersebut di atas, Undang-Undang tersebut menjelaskan
bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan, ditarik dari
peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk
itu penulis berharap semoga BPOM dapat melakukan penertiban terhadap produk
makanan yang ditenggarai bermasalah dan berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Pentingnya optimalisasi
peran bersama antara Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan berbagai
lembaga terkait untuk melakukan pengawasan terhadap produk makanan kadaluarsa.
Lembaga terkait ini mempuyai peran yang strategis dalam penanggulangan makanan
dan obat-obatan yang kadaluarsa misalnya dilibatkannya lembaga Kepolisian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang
tersebar Kabupaten/Kota Provinsi guna
untuk melakukan penyitaan dan pencabutan izin usaha apabila ketentuan keamanan
mengenai pengan dilanggar. Operasi pasar secara sebagai salah satu upaya untuk
meminimalisir penyimpangan dan tindak pidana yang dilakukan dalam perdagangan.
Upaya ini tentu sangat berpengaruh terhadap intensitas peredaran produk makanan
yang bermasalah.
BPOM harus senantiasa
mengembangkan pemantauan dan pengawasan terhadap makanan dan obat-obatan yang
beredar luas di masyarakat. Pencegahan sejak dini harus dilakukan agar tidak
ada korban. Program-program BPOM juga harus berintegrasi agar hasilnya juga
maksimal. Sebagai lembaga yang berwenang dalam
melakukan pengawasan obat dan makanan BPOM diharapkan memiliki kebijakan
strategis dan tindakan kongkrit yang langsung menyentuh ke masyarakat.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menyelesaikan
permasalahan mengenai maraknya makanan expired telah di atur dalam
Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Undang-Undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu melalui jalur pengadilan atau
di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut:
a.
Diupayakan penyelesaiannya melalui
proses mediasi.
b.
Jika mediasi gagal, penyelesaiannya
ditingkatkan menjadi konsiliasi.
c.
Jika konsiliasi gagal, penyelesaian
ditingkatkan menjadi arbitrase.
Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang
Kesehatan - sub bidang Obat dan Perbekalan Kesehatan. Oleh karena itu lembaga
pemerintah yaitu BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) berperang penting
dalam hal ini.
B. Saran
Disarankan agar ketentuan
perundang- undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen agar tetap
dijalankan secara menyeluruh dan komprehensif agar supaya apa yang menjadi
cita-cita untuk dapat melindungi konsumen dapat terwujud. sebagaimana pula agar
pelaku usaha juga dapat berkembang sesuai dengan era globalisasi saat ini,
sehingga konsumen dan pelaku usaha mematuhi hak dan kewajiban, pelaku usaha
tidak melakukan perbuatan yang dilarang, dan mematuhi aturan yang berkaitan
dengan klausula baku, dan bertanggung jawab atas segala kegiatan usahanya.
Pemerintah harus lebih
mengefektifkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang Kesehatan - sub bidang Obat dan
Perbekalan Kesehatan, mengamanatkan bahwa pengawasan dan registrasi makanan
minuman produksi rumah tangga merupakan urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
DAFTAR PUSTAKA
Sidabalok Janus, SH. M.Hum, 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia.
Bandung. Citra Aditya Bakti.
Muri Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta.
Rajawali Pers.
Widjaja Gunawan. 2005. Seri Hukum Bisnis : Daluarsa. Jakarta. Rajawali Pers.
Kansil Christine. 2008. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika.
Syamsuddin Rahmat @slide
Tidak ada komentar:
Posting Komentar